Oleh: Dr. Haris Retno Susmiyati*
Pada Selasa, 7 Juni 2022, Rapat Pleno Senat Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda menetapkan 5 orang yang lolos (semuanya laki-laki) dan 1 orang perempuan yang tidak lolos sebagai bakal calon rektor Unmul periode 2022-2026.
Berdasarkan telaah panitia, alasan yang menyebabkan Prof. Dr. Esti Handayani Hardi tak lolos karena tidak terpenuhi syarat pengalaman manajerial sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Permenristekdikti) Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri.
Kondisi ini tentu memprihatinkan karena tidak ada calon perempuan dalam pemilihan rektor periode 2022-2026.
Ketentuan dalam Permenristekdikti Nomor 17 Tahun 2019 Pasal 4 d (1) mengatur bahwa, “Persyaratan calon Pemimpin PTN adalah memiliki pengalaman manajerial paling rendah sebagai ketua jurusan atau sebutan lain yang setara, atau ketua Lembaga paling singkat 2 (dua) tahun di PTN”.
Ketentuan tersebut memuat beberapa kelemahan di antaranya: pertama, persyaratan “memiliki pengalaman manajerial paling rendah sebagai ketua jurusan atau sebutan lain yang setara”. Frasa ini hanya memberikan ruang bagi dosen perguruan tinggi yang mempunyai pengalaman manajerial paling rendah ketua jurusan yang dianggap memenuhi persyaratan, sehingga jabatan seperti Ketua Program Studi (KPS) yang berada setingkat di bawah ketua jurusan diklasifikasikan tidak memenuhi persyaratan. Meskipun secara faktual posisi KPS sangat strategis.
Berdasarkan kajian yang dilakukan Pusat Studi Hukum Perempuan dan Anak (PuSHPA) Fakultas Hukum Unmul, komposisi pejabat di Unmul periode 2018-2022 yang diisi perempuan dengan persentase hampir sama antara laki-laki dan perempuan adalah jabatan KPS, sedangkan pimpinan universitas tidak ada perempuan yang duduk sebagai rektor hingga wakil rektor Unmul pada periode tersebut.
Kedua, persyaratan pengalaman manajerial “ketua lembaga paling singkat 2 (dua) tahun di PTN” memberikan ruang bagi PTN/Unmul untuk mendefinisikan lembaga yang dimaksud dalam ketentuan Permenristekdikti Nomor 9 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Mulawarman.
Pasal 82 ayat (1) disebutkan bahwa lembaga sebagai pelaksana akademik di bawah rektor adalah yang melaksanakan fungsi di bidang penelitian, pengabdian kepada masyarakat (LP2M) dan Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M). Sehingga tidak ada ruang untuk pengalaman manajerial sebagai Ketua Pusat Studi di lingkungan Unmul.
Peraturan yang berlaku dalam perkembangannya perlu kembali dikaji ulang dan dilakukan revisi untuk memastikan kebijakan khusus sementara (affirmatif action) bagi perempuan.
Unmul sebagai perguruan tinggi negeri yang besar sudah selayaknya turut mengambil langkah mendorong pemajuan kiprah perempuan di berbagai sektor dan menjadi pelopor afirmasi terhadap isu-isu perempuan, termasuk ruang kepemimpinan (rektor dan wakil rektor) perlu kuota bagi perempuan.
Pemilihan rektor harus dimaknai sebagai ruang demokrasi kampus, yang memberikan ruang bagi seluruh civitas akademika. Karena itu, Senat Unmul harus memberikan ruang partisipasi penuh kepada perempuan untuk menjadi pemimpin kampus.
Momentum pemilihan rektor harus semakin meneguhkan fungsi dan peran pendidikan tinggi sesuai UU Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 58, yang menyebutkan bahwa kampus sebagai “pusat kajian kebajikan dan kekuatan moral untuk mencari dan menemukan kebenaran”. (*Anggota Senat Universitas Mulawarman Samarinda)