Search
Search
Close this search box.

FAI Unikarta di Usia Ke-28 Tahun, Bagaimana Harusnya?

Listen to this article

Oleh: Haji Mubarak*

Rabu, 1 Juni 2022, bertepatan dengan Peringatan Hari Kelahiran Pancasila, Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara (FAI Unikarta) Tenggarong berusia 28 tahun. Angka 28 bagi sebagian orang dimaknai dengan keseimbangan manakala kedua bilangan genap di atas dibagi dengan bilangan yang sama sehingga menghasilkan angka 1 yang berarti keutuhan tak berbagi (28:28=1, 1:1=1). Meski demikian, barangkali ada pula yang memaknainya dengan tafsiran berbeda. Bagi penulis, berbagai pemaknaan terhadap angka 28 itu sah-sah saja, sesuai selera masing-masing.

Di usia ke-28 tahun ini, FAI Unikarta telah berdinamika bersama waktu. Seluruh rangkaian perjalanannya telah menyejarah dalam etalase kehidupan bersama pihak-pihak yang turut berjasa mengawal keberadaannya. Sebelum tulisan ini diteruskan, penulis mengajak khalayak pembaca untuk ikut mendoakan para perintis lembaga ini. Bagi mereka yang masih hidup, kita doakan agar senantiasa sehat, kehidupannya dilimpahi keberkahan, dan senantiasa sukses di dalam meniti karier dan pekerjaan masing-masing. Sementara bagi mereka yang telah wafat mendahului, marilah kita doakan agar arwah para almarhum/almarhumah diberikan kelapangan di sisi Allah dan diberikan kedamaian di Alam Barzakh.

Advertisements

Angka 28 dan Makna Keseimbangan

Merefleksi 28 tahun keberadaan FAI Unikarta di bumi “Tuah Himba” Tenggarong, angka 28 yang sebelumnya dimaknai sebagai keseimbangan karena merupakan bilangan genap, tampaknya memiliki relevansinya di dalam teks Alquran, meski bukan berarti alasan ini memberikan pembenaran terhadap anggapan tersebut. Seperti terdapat dalam Surat Al-Fajr (89) ayat 3 yang menyebutkan bahwa Allah bersumpah dengan bilangan genap pada kalimat “wa al-Syaf’i wa al-Watr” yang artinya “demi yang genap dan yang ganjil”. Walaupun sesungguhnya kata “al-Syaf’i” yang berarti genap itu menurut mufassir berkaitan dengan “yaum al-nahr” atau bilangan genap pada tanggal 10 Zulhijjah.

Kemudian, dimaknai dengan keseimbangan lantaran berpasang-pasangan. Surat Yâsîn (36) ayat 36 menyebutkan kata “al-azwâj” yang berarti “berpasang-pasangan” sebagaimana dinyatakan: “Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan…”. Kata berpasang-pasangan ini dengan demikian cenderung mengarah kepada potensi keseimbangan manakala semua yang diciptakan Allah ada pasangannya, seperti kanan dan kiri, atas dan bawah, muka dan belakang, laki-laki dan perempuan, dan seterusnya.

Selanjutnya, keseimbangan pula disebabkan adanya satu-kesatuan yang saling melengkapi. Ini disebutkan di dalam Surat Az-Zumar (39) ayat 5 pada frasa “nafs wâhidah” artinya “jiwa yang satu” dan “zawjahâ” yang artinya “pasangannya”, sebagaimana dinyatakan: “Dia menciptakanmu dari jiwa yang satu (Adam), kemudian darinya Dia menjadikan pasangannya…”. Jiwa yang satu bermakna tunggal, sementara kehadiran pasangan berarti melengkapi yang tunggal itu. Hal ini berarti adanya satu-kesatuan yang saling melengkapi, berpadu dalam satu ikatan, selaras dalam menjalani kehidupan.  

Oleh karenanya, memaknai beberapa ayat di atas dalam konteks Milad FAI Unikarta yang ke-28, penulis mengira di usia yang ke-28 tahun ini FAI Unikarta seyogyanya berada di gerbang stabilitas kelembagaan untuk mencapai berbagai kemajuannya.

FAI Unikarta Sekarang, Bagaimana Harusnya?

Di usia yang ke-28 tahun ini, penulis meyakini bahwa FAI Unikarta telah mencapai dimensi stabilitasnya dan mencapai berbagai kemajuan. Namun demikian, terlepas dari keyakinan itu, apakah berbagai kemajuan dimaksud terjadi karena usaha dan perjuangan seseorang (personal) ataupun atas hasil kerja bersama (kolektif), yang paling utama bahwa keberhasilan FAI Unikarta lantaran mampu bertahan hingga kini sebagai salah satu dari tujuh fakultas di lingkungan Unikarta.

Tatkala FAI Unikarta dianggap telah mencapai stabilitas dan kemajuannya, hal itu tidak serta-merta menjadikan seseorang membusungkan dadanya lebih tinggi. Ataupun jika terjadi kebalikannya, jika masih terlampau banyak kelemahan dan kekurangannya, hal itu tidak serta-merta membuat seseorang harus menundukkan kepalanya lebih dalam. FAI Unikarta sebagai “institusi besar” tidak hanya digerakkan oleh satu atau dua orang saja. Ia menarik keterlibatan berbagai pihak untuk ikut menggerakkannya, antaranya yayasan, pimpinan universitas, pengelola fakultas, para dosen dan karyawan, hingga para mahasiswanya terlibat di dalam upaya pengembangannya.

Dalam konteks pengelolaan kelembagaan FAI Unikarta sekarang di usia yang ke-28 tahun, figur kepemimpinan akademik (academic leadership) sangat dibutuhkan. Figur ini tidak hanya milik pemimpin lembaga (top leader) yang duduk di tingkat pengambil kebijakan, melainkan semua pihak yang memiliki karakteristik seorang pemimpin (leader).

Peranan seorang pemimpin dalam kepemimpinan akademik menjadi sangat penting manakala mengamati berbagai karakteristik kepemimpinan akademik, antara lain: (1) kemampuan melibatkan potensi setiap individu ataupun melepaskannya; (2) memiliki visi dan berkomitmen untuk mendorong dan menggerakkan perubahan secara berkelanjutan dari dalam unit-unit akademik; (3) memiliki pemikiran yang independen sebagai bagian dari budaya akademik serta memahami benar bahwa unit-unit akademik menjadi tantangan dalam fokus mencapai misi kelembagaan; (4) mampu memberdayakan potensi individu melalui contoh dan pengajaran sehingga pada gilirannya dapat melibatkan orang lain dalam mengejar misi lembaga; serta (5) memiliki fokus pada proses perencanaan strategis (strategic planning), di mana hal ini menjadi alat untuk membawa bersama dan mengerahkan kemitraan stakeholders dalam mengejar misi lembaga.

Dalam usia FAI Unikarta yang ke-28 tahun ini, seharusnya setiap individu yang terlibat dalam pengelolaan fakultas ini memiliki kemampuan melibatkan potensi dirinya agar lebih komunikatif dalam membangun teamwork bersama individu pemimpin lainnya. Ia memiliki visinya dan komitmen untuk mendorong dan menggerakkan perbaikan secara berkelanjutan (continuous improvement) dari dalam unit-unit akademik yang dikelolanya sehingga memahami benar bahwa keberadaan unit-unit akademik yang dipandunya itu menjadi tantangannya untuk mencapai misi kelembagaan. Dalam budaya akademik, ia memiliki pemikiran untuk memberdayakan potensi individu lainnya melalui pengajaran dan keteladanan sehingga pada gilirannya dapat melibatkan orang lain dalam mengejar misi lembaga. Dan, pada akhirnya, diperlukan rencana strategis untuk memberi gambaran futuristik bagaimana FAI Unikarta di masa mendatang, sehingga kemitraan bersama stakeholders sangat dibutuhkan dalam mengaktualisasikan misi lembaga.

Penulis teringat hadis Rasulullah yang berbunyi, “Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya… Ketahuilah bahwa anda masing-masing adalah seorang pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. Kata “râ’in” menurut ulama adalah “orang yang menjaga, orang yang mendapat amanah, dan orang yang harus memilih kebaikan dalam mengurus sesuatu”. Hadis di atas menunjukkan bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab kepada orang lain yang dipimpinnya sehingga ia dituntut berlaku adil dan menegakkan kemaslahatan baik yang terkait dengan agama maupun dunianya. Setiap orang yang diangkat oleh Allah sebagai râ’in ini maka ia harus melaksanakan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya.

Berikutnya, para pemimpin akademik ini diharapkan memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai akademik (academic values) serta berupaya agar terus beradaptasi dengan perubahan internal dan eksternal lembaga. Di momentum usia ke-28 tahun ini, FAI Unikarta seharusnya berupaya mewujudkan budaya mutu dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dalam layanan edukatif ini misalnya, para dosen yang mengajar di FAI Unikarta dituntut berkualifikasi  magister (S2) dan doktor (S3) serta berlatar belakang pendidikan sesuai dengan program studi yang diselenggarakan. Kerangka idealnya, dalam layanan edukatif oleh dosen kepada para mahasiswa, seharusnya mampu memberikan dampak yang spesifik terhadap penambahan wawasan pengetahuan mahasiswa dan kualifikasi keahliannya sebagai lulusan FAI Unikarta.

Termasuk dalam kategori mewujudkan budaya mutu di FAI Unikarta ialah terwujudnya sistem penjaminan mutu internal yang berkualitas, hadirnya sistem informasi yang berkualitas dan dapat diakses oleh semua pihak, serta terwujudnya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Arus hilir dari semua budaya mutu itu adalah capaian predikat akreditasi program studi (Baik Sekali atau Unggul) serta dapat dibukanya berbagai program studi baru. Selanjutnya, budaya mutu diharapkan berdampak pula terhadap meningkatnya kualitas softskill mahasiswa yang menopang terwujudnya jiwa sociopreneur dengan menumbuhkembangkan karakter kepribadian mahasiswa agar dapat berkarya dalam kewirausahaan namun tanpa meninggalkan kepekaan sosial di masyarakat, memiliki keterampilan sosial serta jiwa kepemimpinan, dan tidak kalah penting adalah kesadaran mahasiswa terhadap dinamika keberagaman (berpemahaman moderat) sehingga tidak kaku dalam menghadapi perbedaan-perbedaan keagamaan, kesukuan dan lain-lain.

Menutup tulisan ini, bagi “para pejuang” yang tengah mengawal masa depan FAI Unikarta saat ini, sadarilah bahwa tanggung jawab masa depan lembaga ini terletak di pundak “etam segala”. Oleh karenanya, kerja sama tim serta meletakan kepentingan FAI Unikarta di atas semua kepentingan pribadi adalah prioritas. Mengutip kembali salah satu ayat Alquran untuk direnungkan bersama dalam Surat Al-Isra (17) ayat 84: “Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalan-Nya”. Selamat Milad ke-28 FAI Unikarta. Ma’a al-najâh, yuftah lanâ al-barakah (semoga sukses, semoga pintu keberkahan dibukakan). (*Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara)

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT