BERITAALTERNATIF.COM – Viola Meilinda Putri Prihastiwi terpilih sebagai wakil Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) di bidang pendidikan dalam seleksi Pemuda Pelopor garapan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora).
Dalam seleksi Pemuda Pelopor tingkat Kukar, mahasiswi Universitas Padjadjaran Bandung tersebut berhasil menyisihkan sejumlah perwakilan pemuda dari berbagai kecamatan se-Kukar.
Kemudian, di tingkat Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Viola tengah bersaing dengan perwakilan Kota Bontang setelah mengalahkan utusan-utusan sejumlah kabupaten/kota di Kaltim.
Jika terpilih sebagai Pemuda Pelopor Kaltim, alumni SMAN 3 Unggulan Tenggarong tersebut akan bersaing dengan perwakilan-perwakilan pemuda dari seluruh provinsi di Indonesia.
Bagaimana perjuangan Viola hingga terpilih sebagai Pemuda Pelopor perwakilan Kukar? Berikut artikel kedua dari hasil wawancara kami dengan perempuan yang tengah menjabat sebagai Ketua Kutai Literasi dan Budaya Etam (Kaliya) tersebut.
Apa saja aktivitas yang dilakukan teman-teman tuli di Kaliya?
Di Kaliya itu ada belajar bahasa isyarat. Bahasa isyarat itu sendiri menurut kode etik enggak boleh teman dengar yang ngajarin walaupun kita bisa bahasa isyarat. Kalau ada teman tuli, wajib mereka yang ngajarin. Karena itu adalah bahasa mereka. Identitas mereka. Singkatnya, mereka yang mengajarkan bahasa isyarat ke kita.
Jadi, sebenarnya dengan mereka mengajarkan kepada kita bahasa isyarat, di situ ada beberapa keuntungan yang mereka dapatkan: pertama, meluruskan, bukan mengubah, stigma masyarakat bahwa disabilitas itu enggak bisa apa-apa. Karena mereka itu bisa mengajarkan bahasa isyarat. Kedua, kepercayaan diri mereka itu meningkat. Mereka bisa mengajarkan sesuatu yang bermanfaat. Itu sudah luar biasa banget.
Ketika nanti dipercaya ke nasional, saya akan mengangkat program itu. Jika nanti pulang bawa kebanggaan untuk Kaltim pun saya harap semua instansi, entah pemerintah maupun swasta, harus lebih aware dengan teman-teman disabilitas.
Apa saja tantangan bagi teman tuli di Kukar?
Banyak sih tantangannya. Karena masih kurangnya akses informasi untuk mereka. Itu juga masih jarang kita temukan penyediaan informasi untuk mereka, baik di instansi pemerintah maupun swasta.
Makanya kami pun sebelum fokus ke teman tuli, masih banyak kekurangan. Istilahnya, lingkup di sekitar Kaliya pun sudah mulai aware atau memperhatikan, salah satunya juga hak informasi untuk mereka.
Sederhananya, saya mulai sadar, kalau kita bikin postingan di sosial media, harus ada subtitle-nya. Itu memudahkan akses informasi mereka.
Menurut saya, teman tuli ini adalah salah satu disabilitas yang cukup berat. Kita bisa mengetahui warna itu karena bisa mendengar. Jadi, perlu banyak konsepsi detail untuk mengajarkan mereka.
Kemarin kami ada buka kelas agama dengan teman tuli. Kita kesulitan mengajarkan mereka. Misalnya tentang ketuhanan. Karena kurangnya akses informasi, agak susah memahamkan mereka. Jadi, harus benar-benar detail mengajarkan mereka.
Apa yang akan dilakukan Viola ke depan?
Saya enggak pengen jadi orang yang luar biasa. Saya pengen jadi orang yang biasa, tapi bermakna. Dengan bantu teman-teman tuli, ngawal teman-teman tuli, itu saya yakini bisa bermakna untuk lingkungan saya.
Kalau bantu teman tuli, mungkin kurang tepat. Karena mereka itu bisa sendiri. Kita yang diberikan anggota tubuh yang lebih lengkap harus lebih sadar juga untuk bisa sama-sama mengawal mereka.
Karena ibaratnya kita menyuruh mereka sempurna, bagaimana? Nyatanya saja kesempurnaan itu lebih ada pada kita.
Harapan ke depan, saya ingin banget semua kegiatan itu melibatkan teman-teman disabilitas, termasuk juga salah satunya teman tuli. Dan semoga hak-hak teman tuli itu terpenuhi secara perlahan.
Kami mencoba memenuhi hak teman tuli, salah satunya hak informasi untuk teman tuli. Kemudian, hak untuk bebas stigma negatif dari masyarakat. Ini merupakan hak yang dimuat dalam Pasal 7 Undang-Undang 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Jadi, memang itu adalah hak-hak yang sedang kami perjuangkan: menghapus stigma negatif di masyarakat dan hak-hak informasi teman-teman tuli.
Harapannya juga, kami ingin melibatkan teman tuli pada segala aspek. Kami sedang bangun kerja sama juga dengan beberapa komunitas lain. Ibaratnya, kalau ada komunitas seni, kami dorong mereka untuk kolaborasi tentang seni, yang di dalamnya ada peran teman tuli.
Kemarin ada di Pendopo Bupati teman tuli bisa nari. Enggak bisa dengar, tapi kompak nari. Itu bagaimana? Mereka bisa. Artinya, mereka enggak bisa dengar pun, mereka bisa nari. Yang enggak bisa melihat pun bisa main alat musik ataupun main game di HP. Dan mereka ada.
Mereka yang tuli dan bisu pun kaver lagu. Saya bilang, pasti semua orang punya kekuatan, kelebihan, dan semangat masing-masing.
Cuman, masih jarang pemuda yang mau mengusahakan kata “kita”. Kata WHO, “Enggak ada kata kita tanpa kita”. Kita enggak bakal sama mereka kalau kita juga enggak bantu mereka.
Ada berapa orang penyandang disabilitas di Kukar dan berapa orang yang dibina di Kaliya sekarang?
Kurang lebih ada 36 orang yang kami bina di Kaliya. Itu sudah termasuk teman dengar dan juga teman tuli. Karena ada tiga kelas di Kaliya. Kalau kelas bahasa isyarat, itu untuk teman dengar. Kalau kelas agama, untuk teman tuli. Jadi, semuanya dapat.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kukar, disabilitas itu ada 1.210 orang. Itu yang terdata. Sebenarnya di luar data itu masih banyak lagi penyandang disabilitas di Kuar. Mungkin lebih dari 2.000 orang. Kalau yang tuli, di Kukar ada sekitar 200 orang. Saya ada datanya.
Kami akan perjuangkan hak-hak mereka. Karena memang itu yang kami lakukan. Kami memang bukan seperti komunitas hukum yang ingin memperjuangkan hak-hak mereka. Maksudnya, kami hanya mengadakan kegiatan-kegiatan yang outcome-nya adalah berusaha meluruskan stigma, memberikan mereka hak informasi, dan hak-hak lainnya.
Teman tuli mengajarkan bahasa isyarat, enggak dibayar. Mereka sudah sangat senang. Kenapa teman tuli senang? Pertama, mereka sudah diberikan wadah untuk berkumpul. Kedua, mereka dapat teman yang lebih banyak. Mereka senang ketemu teman dengar. Mereka senang ada yang mau belajar bahasa mereka. Ketiga, tanpa dibayar pun mereka senang. Mereka merasa, “Oh aku sudah berguna”.
Alhamdulillah, teman dengar yang belajar bahasa isyarat itu hebat-hebat semua. Kenapa hebat? Jarang orang yang mau melihat bahwa ternyata teman tuli punya keistimewaan, bahkan mereka mau memahami bahasa teman tuli. Menurut saya, itu keren. Apalagi di zaman sekarang.
Bahasa isyarat itu skill tambahan dalam komunikasi. Di abad ke-21 ini kan skill komunikasi itu skill paling tinggi. Makanya, saya bilang, ini adalah orang-orang yang melek akan kemajuan. Dia mau berbahasa isyarat, berarti dia sedang memperjuangkan skill komunikasinya juga.
Kita juga bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk memperjuangkan hak-hak teman tuli. Kami sangat terbuka dengan pemerintah daerah.
Kemarin waktu bulan puasa, kita ada ngadakan buka puasa bersama. Ternyata itu terdengar sama Ibu Ely Hartati Rasyid, anggota Komisi II DPRD Kaltim. Kemarin beliau bantu kami untuk buka puasa bersama, dan banyak juga support untuk Kaliya.
Sebenarnya ini masih proses. Dari LAZ DPU (Lembaga Peduli Zakat Dana Peduli Umat) juga kita sudah komunikasi untuk beberapa program yang barangkali juga relate di LAZ DPU. Biar nanti juga bisa dibantu sama LAZ DPU.
Jadi, memang kami sudah bisa menarik hati orang lain. Kami di sini bergerak untuk kepentingan sosial. Tanpa didukung pun kami jalan. Kalau kami didukung, alhamdulillah. (*)