Kukar, beritaalternatif.com – Isu penundaan pemilu masih hangat diperbincangkan oleh para elite politik di Jakarta. Wacana ini pun menuai pro dan kontra dari publik Tanah Air.
Beberapa alasan penundaan pemilu terus disuarakan oleh beberapa orang elite pemerintah, di antaranya puluhan juta orang menginginkan pemilu ditunda serta krisis keuangan negara akibat pandemi Covid-19.
Menanggapi hal itu, pengamat politik dari Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) Tenggarong, Sudirman mempertanyakan urgensi penundaan Pemilu 2024.
Bila pemilu ditunda lantaran membutuhkan dana besar, alasan tersebut merupakan narasi yang tidak masuk akal. Sebab, pada tahun 2020 Indonesia telah melaksanakan pemilu serentak dengan biaya yang cukup besar.
“Terus dana Rp 140 triliun akan dikucurkan ke IKN. Karenanya, kalau hanya masalah biaya, itu ada. Tapi saya melihat ada agenda terselubung,” ucap Sudirman, Senin (21/3/2022) siang.
“Saya orang yang sangat tidak setuju kalau pemilu itu ditunda, apalagi alasannya masalah keuangan,” lanjutnya.
Dia menjelaskan, pada saat Reformasi bergulir, terdapat adagium yang sangat populer: power tends to corrupt absolute and absolute, power corrupts absolutely. Kalimat ini dipopulerkan untuk membatasi kekuasaan Presiden Suharto yang terkenal otoriter.
Alasan lain Sudirman menolak penundaan pemilu yakni amanah Reformasi yang mendorong pencegahan korupsi dan kekuasaan absolut, sehingga kekuasaan harus dibatasi.
“Kemudian dalam undang-undang menyebutkan bahwa presiden hanya boleh menjabat dua kali periode,” terangnya.
Ia menegaskan, keadaan yang memaksa (force majeure) seperti bencana alam dapat dijadikan alasan untuk menunda pemilu. Namun, saat ini bencana alam tak terjadi di Indonesia.
“Kalau kemudian narasi yang dibangun adalah persoalan keuangan, apa urgensinya pemilu ditunda? Kalau ditunda, kembali lagi ke adagium tadi: kekuasaan harus dibatasi,” pungkasnya. (*)
Penulis: Arif Rahmansyah