Kukar, beritaalternatif.com – Wasit dalam ajang sepakbola merupakan bagian penting yang menentukan pertandingan berjalan secara adil dan profesional. Karena itu, wasit memiliki tugas yang sangat berat saat memimpin pertandingan sepakbola.
Wakil Komite Wasit Asosiasi Kabupaten Kutai Kartanegara (Askab Kukar), Fredy Andhika mengatakan, untuk menjadi wasit profesinal, maka modal utamanya adalah kedisiplinan.
Dalam membangun kedisiplinan, wasit dituntut untuk terus melakukan latihan. Aktivitas latihan, kata dia, merupakan usaha melawan diri sendiri.
Dia menyebutkan, modal utama menjadi wasit adalah fisik yang kuat dan prima. Ini merupakan salah satu prasyarat bagi wasit sehingga mampu mengambil keputusan dengan tenang saat memimpin pertandingan sepakbola.
Fisik yang kuat dan prima, lanjut dia, dibutuhkan karena wasit harus terus mengikuti permain saat membawa bola. Pasalnya, wasit dituntut untuk terus dekat dengan pembawa bola. “Paling tidak ada jarak 10 meter posisinya. Kalau lebih dari itu, kemungkinan besar akan terjadi kesalahan,” terangnya kepada beritaalternatif.com, Jumat (11/2/2022) siang.
Fredy menjelaskan, tingkatan wasit memiliki jenjang, yang meliputi C1, C2, dan C3. Pada jenjang C1, wasit bisa memandu pertandingan di level nasional. Sementara pada tingkat C, wasit dapat memimpin pertandingan setingkat provinsi. Kemudian jenjang C3, wasit hanya boleh memandu pertandingan tingkat kabupaten/kota.
Setiap jenjang tersebut, jelas dia, memiliki tahapan-tahapan. Setelah dua tahun berada di level C3, wasit dapat melanjutkan ke level C2. Dua tahun kemudian, wasit bisa naik ke level C1.
Setelah berada di level C1, wasit bisa memimpin pertandingan di zona kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Sementara level C2 dan C3 tak dapat memandu pertandingan sepakbola di tingkat nasional. “Kalau di Kukar ini ada 12 orang yang sudah masuk level C1 nasional,” bebernya.
Meskipun wasit telah menguasai 17 pasal yang menjadi bekalnya, dalam setiap pertandingan wasit senior harus mendampingi wasit junior, baik pertandingan di level kampung, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional. Pasal-pasal tersebut sejatinya bisa dikuasai dalam enam hari. Namun, dalam praktiknya tak semudah membalikkan telapak tangan.
Di Kukar, sebut dia, nyaris 50 persen wasit berdomisili di Tenggarong. Sedangkan di setiap kecamatan hanya ada satu hingga tiga orang wasit.
Dia mengungkapkan, semua wasit sepakbola berada di bawah naungan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Karena itu, seluruh penugasan terhadap wasit harus diketahui PSSI. Penugasannya pun disesuaikan dengan level setiap wasit.
Ia menyebutkan, selama ini pembinaan dan pengembangan wasit di Kukar telah berjalan dengan baik. Terlebih setelah Askab Kukar dipimpin H. Ardinansyah.
Kata dia, wasit diwajibkan latihan setiap hari Minggu pagi setelah H. Ardinansyah memimpin organisasi tersebut. Sebelum itu, Fredy dan wasit-wasit lain juga mengadakan latihan rutin.
“Karena siapa pun pemimpinnya, wasit harus tetap siap karena untuk memimpin pertandingan di lapangan harus mempunyai fisik yang kuat,” katanya.
Dia menjelaskan, sejauh ini fasilitas-fasilitas untuk pembinaan wasit-wasit di Kukar telah tersedia dengan cukup memadai. Pasalnya, di bawah naungan Askab Kukar, saat ini para wasit diperbolehkan melakukan latihan di Stadion Rondong Demang dan Stadion Aji Imbut.
Fredy berharap kepada pihak-pihak terkait agar membuat program peningkatan jenjang profesional wasit. Selain itu, pemerintah maupun pihak lainnya diharapkan membantu pendanaan untuk pembinaan, peningkatan kapasitas, dan pelaksanaan tugas kewasitan.
Sejauh ini, umumnya wasit di Kukar menggunakan modal sendiri untuk menjalankan tugasnya. Padahal, saat menjalankan tugas di luar daerah, mereka membawa nama daerah asalnya. “Itu aja harapan kami,” tutupnya. (*)
Penulis: M. As’ari