BERITAALTERNATIF.COM – Artikel Berita Alternatif berjudul Peluang Edi Damansyah Tertutup untuk Kembali Mencalonkan Diri di Pilkada Kukar Tahun 2024 dinilai mengandung informasi yang belum final serta menyesatkan publik.
Kepala Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Kukar Junaidi mengaku sangat menyayangkan pemberitaan tersebut.
“Berita ini menggiring opini publik seolah-olah keputusan sudah final dan tidak ada lagi peluang bagi Bupati Edi Damansyah untuk mencalonkan diri. Hal ini dapat menyesatkan masyarakat dan merugikan pihak kami,” tegas dia dalam rilisnya yang diterima media ini pada Senin (20/5/2024).
Artikel Berita Alternatif yang menegaskan peluang Edi mencalonkan diri di Pilkada Kukar sudah tertutup, sebut Junaidi, hanya berdasarkan Rapat Kerja Komisi II DPR RI, KPU RI, dan Kementerian Dalam Negeri.
Ia menegaskan bahwa hasil rapat tersebut baru sekadar Rancangan PKPU serta belum menjadi aturan final. Pasalnya, RPKPU tersebut masih dibahas sehingga belum berwujud PKPU yang resmi diundangkan dalam peraturan perundang-undangan.
“Oleh karena itu, pernyataan bahwa peluang Bupati Edi tertutup adalah premature dan tidak akurat,” tulisnya.
Junaidi mengatakan, penafsiran tentang Bupati Edi yang telah menjalankan masa jabatan selama dua periode berturut-turut masih dalam proses pembahasan.
“Penafsiaran ini memerlukan kejelasan hukum yang pasti dan final dari pihak yang berwenang serta memiliki kompetensi di bidangnya, bukan sekedar asumsi oleh pihak yang tidak berwenang dan tidak memiliki kompetensi di bidangnya,” tegas dia.
Diberitakan sebelumnya, hasil Rapat Kerja Komisi II DPR RI, KPU, dan Kemendagri pada Kamis (16/5/2024) lalu menutup peluang Bupati Edi untuk kembali mencalonkan diri sebagai calon bupati di Pilkada Kukar tahun 2024.
Kesimpulan ini bermula dari pertanyaan Anggota Komisi II Saan Mustopa, yang meminta Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari memberikan penjelasan terkait putusan Mahkamah Konstitusi terkait penghitungan masa jabatan kepala daerah.
Saan menyinggung masalah tersebut dengan memberikan contoh kasus di Kabupaten Kukar. Ia meminta KPU membuat penjelasan yang lebih terang dan rigit dalam Peraturan KPU terkait penghitungan masa jabatan kepala daerah.
Hasyim pun menerangkan bahwa apabila kepala daerah terkena masalah hukum, kemudian ia dinonaktikan ataupun diberhentikan sementara karena statusnya telah ditetapkan sebagai terdakwa, maka tugas sebagai kepala daerah dijalankan oleh wakil kepala daerah.
“Yang menjalankan tugas-tugas sebagai kepala daerah adalah wakil kepala daerah tersebut sebagai…penjabat sementara atau pelaksana tugas, maka begitu wakil kepala daerah itu menjalankan tugas sebagai bupati, itu sudah masuk hitungan bahwa yang bersangkutan pernah menduduki jabatan sebagai bupati atau kepala daerah,” jelasnya.
Kondisi demikian tercermin dalam kasus Rita Widyasari. Kala itu, ia tersandung kasus korupsi. Kemudian, dia dinonaktifkan dari jabatannya sebagai bupati Kukar. Ia pun digantikan oleh wakilnya kala itu, Edi.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, Edi secara resmi menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kukar pada 10 Oktober 2017.
Setelah 17 bulan menjabat sebagai Plt Bupati Kukar, Edi pun resmi menjadi Bupati Kukar setelah dilantik oleh Gubernur Isran Noor di Lamin Etam pada 14 Februari 2019.
Dilansir dari Koran Kaltim, Isran mengatakan, Edi merupakan bupati yang paling sering dilantik. Dia menghitung, sudah empat kali Edi dilantik sejak menjadi Wakil Bupati hingga menjadi Bupati Kukar. “Mungkin cuman Edi ini Bupati yang paling banyak dilantik,” ucap Isran.
Setelah terpilih pada Pilkada Kukar tahun 2020, Edi yang bersanding dengan Rendi Solihin kemudian dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kukar pada 26 Februari 2021.
Lalu, mengapa periode pertama Edi sebagai Wakil Bupati dan Bupati Kukar dianggap telah menjabat satu periode sebagai bupati? Pada periode 2016-2021, Edi terpilih sebagai wakil bupati bersama Rita Widyasari. Keduanya secara resmi dilantik oleh Gubernur Awang Faroek pada 17 Februari 2016.
Belakangan, Rita tersandung kasus korupsi. Ia pun digantikan oleh Edi. Mulanya, birokrat yang menaiki tangga karier politik di daerah ini dilantik sebagai Plt Bupati Kukar pada 10 Oktober 2017.
Artinya, Rita hanya menjalankan masa jabatan sebagai Bupati Kukar selama 19 bulan. Kurang dari setengah periode. Dengan demikian, Edi terhitung sebagai Bupati Kukar pada periode pertama, baik sebagai penjabat maupun definitif, lebih dari setengah periode.
Pasal 7 ayat (2) huruf n UU Nomor 10 Tahun 2016 berbunyi, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota.”
Dengan demikian, Edi terhitung telah menjabat sebagai Bupati Kukar selama dua periode berturut-turut, sehingga peluangnya telah tertutup untuk kembali mencalonkan diri sebagai bupati pada Pilkada Kukar tahun 2024. (*)
Penulis & Editor: Ufqil Mubin