Search
Search
Close this search box.

Muhammad Ibnu Ridho, Pemuda asal Muara Wis yang Jadi Presiden BEM Unikarta

Presiden Mahasiswa Unikarta, Muhammad Ibnu Ridho. (Berita Alternatif/Ulwan Murtadho)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM- Dalam hasil Musyawarah Besar (Mubes) yang diselenggarakan beberapa waktu lalu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) secara resmi menetapkan Muhammad Ibnu Ridho, mahasiswa asal Fakultas Hukum, sebagai presiden mahasiswa.

Penetapan Ibnu Ridho sebagai ketua BEM Unikarta menandai berakhirnya masa kepemimpinan Sultan Alif Fiktiah, yang telah menjabat pada periode sebelumnya.

Dalam keterangannya sesaat setelah ditetapkan sebagai presiden mahasiswa, Ridho menyatakan akan menjalankan amanah besar yang diberikan kepadanya dengan penuh rasa tanggung jawab dan komitmen yang tinggi, khususnya menjadikan organisasi ini sebagai pelopor utama pergerakan dan pusat laboratorium pengembangan intelektual mahasiswa.

Advertisements

Ia berjanji akan berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut agar kapal organisasi yang dinakhodainya dapat berlayar sesuai dengan visi idealnya: membentuk pribadi mahasiwa berkesadaran sosial yang aktif bergerak untuk menyuarakan aspirasi masyarakat dengan berbekal kualitas intelektual yang mempuni.

Dalam satu tahun ke depan, kiprah Ridho di kepengurusan BEM Unikarta akan ditemani dan bersanding dengan ketua umum HMI Komisariat Febis Unikarta, Heldi Rahmadani, yang menjabat sebagai wakil ketua BEM Unikarta menggantikan Ihwan. Untuk menambah semangat dan nuansa filosofis dalam kepengurusannya ini, mereka pun menamai kabinetnya dengan sebutan Gerakan Mahasiswa Perubahan (Gempar).

Penamaan kabinet yang digagas oleh Ridho berakar dari keinginannya untuk merevitalisasi dan mengintensifkan ruh pergerakan mahasiswa Unikarta yang sempat redup.

Sesaat setelah penetapannya sebagai sentra utama pergerakan mahasiswa di Kampus Ungu, Ridho pun bergerak cepat untuk menyusun dan menetapkan sosok yang layak untuk mengisi kabinet Gempar. Dia menjaring sebanyak mungkin mahasiswa Unikarta di berbagai fakultas serta lembaga yang dinilai berkualitas untuk mendampinginya dalam menjalankan tugas-tugas keorganisasian.

Menarik untuk dinantikan bagaimana kiprah pemuda asal Kecamatan Muara Wis ini selama memimpin lembaga mahasiswa tertinggi di Unikarta dalam satu periode ke depan, terutama sepak terjangnya dalam menggerakkan organisasi mahasiswa lain untuk saling bekerja sama dalam mewujudkan kemajuan dan perubahan terhadap kondisi daerah sekaligus memperjuangkan nasib para pemuda di Kukar sebagai produk akhir dari tujuan dan visi-misi yang diusungnya.

Sebelum duduk di kursi pimpinan BEM Unikarta, Ridho merupakan sosok mahasiswa berpengalaman yang telah banyak mencicipi berbagai jabatan sentral di sejumlah organisasi mahasiwa lainnya, baik internal maupun eksternal kampus.

Pemuda berusia 22 tahun ini termasuk salah satu dari sekian banyak pemuda Kukar yang telah melewati berbagai tantangan serta pengalaman pahit selama hidupnya.

Untuk mengenal sosoknya lebih dekat, berikut profil dan perjalanan hidup serta gagasannya pasca duduk di kursi pimpinan BEM Unikarta.

Latar Belakang dan Perjalanan Hidup

Ridho dilahirkan di Muara Wis pada 7 Januari 2002. Dia merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Orang tuanya bernama Zubair dan Robiatul Adawiyah.

Dia menjelaskan, terdapat cerita menarik di balik nama yang disandangnya saat ini. Sesaat setelah dilahirkan ke dunia, ia mengaku dinamai kedua orang tuanya dengan nama Aryoga. Namun, nama tersebut disematkan kepadanya tak berlangsung lama sebab saat itu Aryoga kecil sering mengalami sakit-sakitan.

Kondisinya ini memberikan rasa khawatir yang begitu dalam di benak kedua orang tuanya sehingga mereka memutuskan mengganti nama tersebut kerena dinilai membawa pengaruh negatif bagi kesehatannya. Tradisi ini cukup umum dilakukan sejumlah orang tua di Indonesia untuk memutus nasib buruk bagi anaknya. Alhasil, setelah diselesaikan ritual pergantian nama yang dikenal luas saat ini, kondisi kesehatannya pun semakin membaik, sehingga membawa kebahagiaan dan rasa syukur dari kedua orang tuanya.

Saat memasuki bangku sekolah dasar di SDN 001 Muara Wis, Ridho merupakan pelajar yang cukup berprestasi. Dia termasuk pelajar yang konsisten meraih peringkat 4 besar di kelasnya, tradisi mentereng ini dipertahankannya sampai menginjak kelas 6 SD.

Secara geografis, Muara Wis merupakan satu dari sekian banyak kecamatan di Kukar yang berbatasan langsung dengan aliran sungai sehingga sebagian besar masyarakatnya tinggal serta hidup di sepanjang aliran sungai.

Keasrian alam, pamandangan sungai dan danau-danau yang disuguhkan Muara Wis menjadi saksi bisu setiap momen yang dialami dan dilalui Ridho semasa kecil. Di tempat inilah ia dan teman-temannya sering kali menghabiskan waktu sepulang sekolah untuk sekadar berenang dan bermain air bersama teman-teman masa kecilnya.

Hal semacam ini membuat rasa cinta Ridho terhadap kampung halamannya begitu besar hingga sulit diungkapkan oleh kata-kata dan selalu terkenang di benaknya hingga saat ini.

“Muara Wis ini sebuah desa yang terbangun di tepian Sungai Mahakam. Di Muara Wis juga punya sebuah danau. Nama danaunya itu Kenohan-Uwis atau orang-orang setempat biasa menyebutnya dengan kliran. Di sana banyak pulau-pulau seperti Raja Ampat. Cuman versi lite-nya mungkin,” ungkapnya.

Ridho terlahir dari kedua orang tua yang saat itu sedang mengalami masalah ekonomi sebelum diangkat menjadi pegawai negeri. Ayahnya seorang guru honorer yang memiliki pendapatan yang tergolong pas-pasan untuk membiayai kehidupan anak dan istrinya. Bahkan saking sulitnya perekonomian keluarganya saat itu, Ridho sempat mengalami masa-masa di mana ia dan keluarganya harus rela berbagi satu bungkus mi instan untuk dimakan bertiga.

Berbagai pengorbanan tanpa syarat yang dilakukan kedua orang tuanya di masa-masa sulit itu membuat dia begitu menghormati dan menyayangi keduanya. Suatu saat nanti ia berharap dapat membalas setiap jasa yang mereka berikan kepadanya.

Setelah menamatkan pendidikan selama 6 tahun di sekolah dasar, Ridho melanjutkan jenjang pendidikan formalnya di SMP 1 Muara Wis. Di masa ini ia pun mulai mengenal sedikit banyak lika-liku kehidupan berorganisasi dengan bergabung di Pramuka.

Ridho dikenal sebagai pelajar yang penuh dedikasi di Pramuka. Kiprah, konsistensi dan aktifan Ridho dalam kegiatan ekstrakurikuler ini kemudian menghantarkannya menjabat sebagai ketua dewan Saka Bhayangkara Kecamatan Muara Wis. Jabatan ini diembannya saat ia duduk sebagai siswa di SMA 1 Muara Wis.

Dalam fase sulit kehidupannya, Ridho dan kedua orang tuanya harus menjalani hidup dengan penuh ketidakpastian. Mereka berpindah-pindah tempat tinggal: menyewa rumah hingga terpaksa menjual rumah mereka.

Dia juga pernah merasakan tinggal dengan neneknya, sosok yang tidak hanya memberikannya kasih sayang, tapi juga menjadi teladan yang dihormati dan dikaguminya. Bahkan, ketika kedua orang tuanya tengah disibukkan dengan pekerjaan, tak pernah membuatnya merasa kesepian.

Kehangatan yang diberikan oleh sang nenek menjadi sosok malaikat sekaligus pelipur lara bagi Ridho. Dalam beberapa momen, sang nenek sering kali menunjukkan kasih sayang tulusnya dengan cara yang sederhana dan penuh makna.

Tanpa ragu, neneknya rela memberikan seluruh uangnya hanya untuk sekadar membelikan jajan kecil bagi Ridho. Meskipun sederhana, tindakan itu menjadi bukti cinta sang nenek terhadapnya.

Momen ini membuat hubungan ia dan neneknya begitu dekat hingga sang nenek menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 2021 akibat penyakit kanker yang dideritanya.

“Dari SMP itu saya tidur bersampingan terus sama almarhum nenek setiap malam sampai lulus SMA. Saya rasa, nenek saya adalah ibu kedua setelah ibu kandung saya,” ungkapnya.

Berkat kerja keras, dedikasi dan kesabaran yang dicurahkan oleh ayahnya selama menjalankan tugas sebagai guru, pada tahun 2008 ayahnya diangkat sebagai ASN. Momen tersebut menjadi titik balik yang membawa perubahan secara perlahan di segala segi kehidupan Ridho, baik dalam kehidupan pribadi maupun kondisi perekonomian keluarganya.

“Di sana perekonomian mulai berkembang. Yang namanya anak pertama itu pasti merasakan seluruh dinamika yang dialami oleh keluarga ini, dari fase yang awalnya enggak punya apa-apa hingga bisa jadi apa,” ucapnya.

Mengabdikan diri sebagai seorang abdi negara merupakan pekerjaan yang paling didambakannya. Sejak kecil hingga remaja, keinginan itu selalu terpatri dalam benaknya sebagai cita-cita yang kelak akan diwujudkannya suatu saat nanti.

Usai lulus dari SMAN 1 Muara wis, demi mengejar impiannya menjadi seorang polisi, Ridho memutuskan untuk merantau ke Balikpapan. Hal ini membuatnya harus rela tinggal jauh dari keluarga besar di kampung halamannya selama satu tahun.

Hidup sebagai pemuda rantau di Balikpapan bukanlah hal yang mudah untuk dijalaninya. Pengalaman ini baru pertama kali dirasakannya. Pernah terlintas sesekali di benaknya untuk pulang serta menguggurkan impiannya itu. Namun, bukan Ridho namanya apabila tekadnya untuk menyelesaikan latihan sebagai calon polisi harus terhambat karena masalah emosional.

Meski dilanda rasa ragu, ia tetap teguh untuk terus menyelesaikan proses latihan sampai mengetahui hasil akhirnya. Setelah melalui serangkaian tes sebagai calon polisi muda, ia pun menjadi salah satu dari banyak pemuda yang dinyatakan tidak lulus. Kesedihan yang bercampur rasa kecewa dan sedih pun tak tertahankan.

Sesaat setelah gagal meraih cita-citanya sebagai abdi negara, membuatnya gamang dalam waktu yang cukup lama. Cobaan yang bertubi-tubi pun tak henti masuk ke dalam hidupnya. Pasalnya, saat ia berjuang menghadapi masa-masa terburuknya, pacar yang begitu dicintainya berselingkuh dengan pria lain. Pengalaman buruk ini memberikan hantaman yang cukup besar terhadap psikisnya.

“Pada saat gagal itu, tentunya saya sangat kecewa dan sedih sebab orang tua sudah membiayai kita sejauh ini,” ucapnya.

Ridho memutuskan tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan meskipun cita-citanya menjadi anggota polisi tak mampu direalisasikannya.

Ia memutuskan untuk bangkit dan melanjutkan hidupnya dengan cara yang lain. Dia yakin mengabdikan diri serta berkontribusi terhadap keluarga, negara dan daerahnya bisa diwujudkan dengan cara lain, yakni mengembangkan potensi akademik yang dimilikinya.

Berangkat dari spirit itu, Ridho memutuskan untuk memperdalam ilmunya dengan mendaftarkan diri sebagai mahasiswa. Dia mengambil jurusan ilmu hukum di Unikarta pada tahun 2020.

Serangkaian momen pahit yang dirasakannya di masa kecilnya menjadi titik awal kekuatan Ridho untuk terbiasa berdamai dan bersahabat dengan momen-momen buruk yang datang kembali dalam hidupnya. Dukungan intens dari kedua orang tua yang tak kenal henti dalam merestui setiap mimpi besar yang diwujudkannya menambah spiritnya.

Karier Organisasi

Pengenalan Ridho terhadap dinamika berorganisasi bisa dibilang berangkat dari kepribadian dan relasinya yang begitu luas. Saat duduk di bangku kuliah, ia sering diajak seniornya untuk berkunjung ke Sekretariat HMI Cabang dan komisariat.

Bahkan dalam beberapa kesempatan, ia sering tidur dan tinggal di sekretariat yang terasa rumah kedua baginya. Tradisi ini bahkan dipertahankannya hingga sekarang.

Akibat dinamika dan interaksi yang terjadi, pada Oktober 2020, Ridho dengan tekad kuat memutuskan untuk mengikuti kegiatan LK 1 yang diselenggarakan Komisariat FAI Unikarta.

Keterlibatannya sebagai kader HMI tergolong sebagai titik awal dalam serangkaian karier organisasinya saat ini. Kecemerlangan dan kekatifannya di HMI membuatnya diberikan berbagai posisi prestisius di sana mulai dari komisariat hingga kini ditetapkan sebagai Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Cabang Kukar.

Keputusannya untuk terlibat lebih intens di organisasi lahir atas pengamatannya terhadap serangkaian kegiatan kuliah yang dinilainya terlalu monoton. “Seperti kata Rocky Gerung, sebetulnya ijazah itu hanya penanda bahwa orang pernah sekolah, bukan tanda orang pernah berpikir,” ujarnya.

Meski mengawali karier aktivisnya di organisasi eksternal kampus, tak membuatnya abai untuk terlibat dalam mengurus kebutuhan mahasiswa di internal kampusnya, sehingga pada tahun 2021 ia mendaftarkan diri sebagai anggota BEM Fakultas Hukum Unikarta.

Selama dua tahun mengabdikan diri di internal kepengurusan organisasi yang menaungi segenap mahasiswa fakultas tersebut membuat Ridho terpilih sebagai wakil ketua BEM Fakultas Hukum periode 2023-2024 mendampingi Harryanra As Shiddiq Duri yang diamanahkan sebagai ketua, mahasiswa seangkatannya yang juga merupakan kader HMI.

Secara pribadi, Ridho mempunyai semua perangkat yang dibutuhkan sebagai aktivis. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan retorikanya yang mempuni, pamornya dalam memotori setiap pergerakan mahasiswa juga tak diragukan lagi.

Ia dikenal sebagai sosok idealis. Dia sering berada di garda terdepan dalam berorasi. Karismanya yang begitu kuat, selain menghantarkannya sebagai presiden mahasiswa, hal ini juga membuatnya dipercaya oleh adik tingkat dari berbagai organisasi sebagai mentor intelektual dan pergerakan mereka.

Dinamika yang dihadapinya selama berorganisasi tak luput dari sejumlah masalah dan tantangan yang kerap mewarnai suatu wadah yang diisi oleh banyak kepala dan pemikiran, baik di lingkungan HMI, BEM Hukum, maupun saat ia menginjakkan kakinya sebagai pengurus BEM Universitas tahun lalu.

Meski begitu, ia menganggap hal ini merupakan sesuatu yang wajar dalam berproses. Karena itu,  dinamika negatif yang dirasakannya selama mengabdi di sebuah organisasi tak membuatnya melemah untuk tetap bertahan.

Pasalnya, pemuda yang juga merupakan ketua Perhimpunan Mahasiswa Muara Wis ini mempunyai gagasan dan visi yang ingin diwujudkannya guna memperbaiki kondisi daerah dan Unikarta. Berangkat dari motivasi inilah Ridho mencoba peruntungannya untuk bersaing dengan mahasiswa lain di kursi tertinggi BEM Unikarta.

Selama masa kuliahnya, Ridho berhasil membangun relasi yang luas. Ia mengenal banyak teman yang selalu menemaninya dalam berbagai kegiatan, baik di kala suka maupun duka.

Selain itu, dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi, Ridho bertemu dengan banyak senior yang berperan penting dalam membimbing dan menuntunnya untuk tumbuh; tidak hanya sebagai mahasiswa yang baik, tetapi juga sebagai pribadi yang bijaksana.

Dari sekian banyak sosok senior inspiratif, ada satu nama yang sangat dikagumi dan dijadikannya sebagai panutan, Adi Hardianda, yang saat ini menjabat sebagai komisioner Bawaslu Kukar. Bagi Ridho, sosok Adi tidak hanya mengajarkannya tentang kecakapan teknis sebagai mahasiswa, tapi juga kebijaksanaan hidup sebagai seorang manusia.

Sepak terjangnya selama 4 tahun mengabdi di berbagai organisasi kemahasiswaan, ditambah kebijaksanaan yang dipelajarinya dari sosok yang berbeda-beda pada akhirnya membuahkan hasil yang manis dalam karier politik organisasinya. Pemuda asal Muara Wis yang dipilih secara demokratis oleh mayoritas peserta Mubes yang terdiri dari perwakilan setiap fakultas ini secara resmi dinyatakan sebagai Ketua BEM Unikarta periode 2024-2025.

“Untuk sampai di titik ini, saya yakin itu tidak terlepas dari doa kedua orang tua, terutama ibu. Restu dan ridho ibu mungkin yang hari ini menyertai saya. Support dari kedua orang tua juga yang hari ini selalu menyongsong kemajuan dan perkembangan diri dari seorang Ibnu Ridho,” ujarnya. (*)

Penulis: Ulwan Murtadho

Editor: Ufqil Mubin

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA