Search
Search
Close this search box.

Alasan di Balik Kewaspadaan Negara-Negara terhadap Tapering The Fed

Listen to this article

Jakarta, beritaalternatif.com – Wacana tapering bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, jadi perhatian dunia. Berbagai negara sudah mewaspadai dampaknya jika kebijakan tersebut terjadi.

The Fed telah memberikan stimulus ekonomi dalam bentuk limpahan likuiditas ke perekonomian yang dilakukan dengan cara membeli aset-aset dari pasar finansial sebesar 120 miliar dolar AS per bulan. Hal ini dilakukan untuk menstimulasi perekonomian yang melemah pada masa pandemi.

Namun dengan membaiknya kondisi ekonomi AS saat ini, ada wacana pembelian aset dari pasar finansial sudah tidak terlalu dibutuhkan lagi dan akan dikurangi secara bertahap. Pengurangan stimulus atau pengurangan jumlah pembelian aset inilah yang dimaksud dengan tapering.

Advertisements

Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Katarina Setiawan mengatakan, tapering The Fed diwaspadai banyak negara di dunia karena tapering yang dilakukan bank sentral AS pada 2013 silam menyebabkan volatilitas yang tinggi di pasar finansial global.

“Tapering sebelumnya menyebabkan volatilitas di kawasan negara berkembang yang mengalami outflow (keluarnya) dana asing, pelemahan pasar saham dan obligasi, depresiasi nilai tukar, dan melebarnya defisit transaksi berjalan. Oleh karena itu, terdapat kekhawatiran di pasar apakah volatilitas seperti di 2013 tersebut dapat terulang kembali pada tapering kali ini,” kata Katarina dalam siaran pers, Senin (20/9/2021).

 

Menurut Katarina, saat ini pasar finansial global sudah lebih siap menghadapi Fed tapering, sehingga risiko terjadinya kepanikan pasar seperti di 2013 menjadi lebih rendah. Hal ini berbeda dengan tahun 2013 yang merupakan pertama kalinya sepanjang sejarah tapering dilakukan oleh The Fed.

Pada 2013, banyak ketidakpastian di pasar mengenai proses tapering. Saat itu, komunikasi The Fed dinilai kurang transparan sehingga meningkatkan kekhawatiran.

Saat ini kondisinya berbeda: pasar sudah memiliki gambaran bagaimana proses tapering akan dilakukan, belajar dari proses yang terjadi sebelumnya di 2013. Komunikasi The Fed juga dinilai lebih baik dalam memberi sinyal akan dilakukannya tapering sejak jauh hari sehingga memberikan transparansi dan ketenangan bagi pasar.

“Hal ini tercermin di kondisi pasar yang tetap stabil di akhir Agustus setelah The Fed memberi sinyal rencana tapering di akhir tahun ini, sangat kontras dengan volatilitas pasar yang tinggi di Mei 2013,” kata Katarina.

Terlepas dari faktor psikologis, kondisi ekonomi saat ini juga relatif lebih baik dibandingkan tahun 2013, baik di AS maupun di kawasan negara berkembang. Indikator ekonomi AS seperti tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi saat ini lebih baik dibandingkan di 2013.

Selain itu, kondisi makro ekonomi negara berkembang juga dinilai lebih baik dibandingkan pada 2013. Menurut Katarina, hal itu terlihat dari tingkat cadangan devisa yang lebih tinggi, inflasi pada level rendah, aktivitas perdagangan yang tinggi, dan kinerja korporasi yang lebih baik sehingga lebih siap menghadapi tapering.

Katarina bilang, secara keseluruhan tantangan dan dinamika pasar akan selalu ada bagi pasar finansial Indonesia dari waktu ke waktu. Namun ia percaya dengan daya tarik investasi di pasar Indonesia karena dukungan fundamental ekonomi yang baik, dan peluang di sektor-sektor ekonomi baru yang dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. (kompas/ln)

Advertisements

Bagikan

Kunjungi Berita Alternatif di :

Advertisements

BERITA TERKAIT

Advertisements
POPULER BULAN INI
INDEKS BERITA