Washington, beritaalternatif.com – Setelah kontak telepon Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dengan sejawatnya dari Prancis, Emmenuel Macron, pada hari Rabu (22/9/2021), pemimpin kedua negara ini dalam pernyataan bersamanya menyatakan telah mencapai kesepakatan untuk melanjutkan lobi guna menyelesaikan friksi pakta keamanan AUKUS. Selain itu, Macron juga menyetujui pengirman kembali dubesnya ke Washington.
Keputusan ini diambil setelah Biden menerima konsultasi dengan Prancis sebelum diumumkannya pakta keamanan dengan Australia dapat mencegah tensi diplomatik terbaru dengan Paris. Pemimpin kedua negara sepakat untuk memulai konsultasi luas guna membangun kepercayaan antara kedua pihak.
Setelah munculnya tensi terbaru antara Paris dan Washington terkait pembatalan kontrak pembelian 12 kapal selam dari Prancis oleh Australia dengan imbalan pembelian 8 kapal selam nuklir dari Amerika oleh pemerintah Australia, petinggi Prancis mengecam keras langkah Washington.
Menlu Prancis, Jean-Yves Le Drian menyebut kesepakatan Washington dan Canberra sebagai tikaman dari belakang dan pengkhianatan. Menurut perspektif Prancis, Biden melalui langkahnya ini bergerak mengikuti kebijakan “America First” Donald Trump, mantan presiden negara ini.
Paris kemudian memanggil dubesnya dari Washington dan Canberra sebagai bentuk protes dan membatalkan pertemuan yang telah dijadwalkan antara petinggi Prancis dengan sejawatnya dari AS dan Inggris. Sikap Prancis ini mendapat dukungan Uni Eropa, dan Brussells menyebut kesepaktan segitiga AS, Inggris dan Australia serta pembatalan kontrak senjata dengan Prancis tidak dapat diterima.
Menurut perspektif Uni Eropa, pemerintah Biden tanpa mengindahkan hubungan lama dengan Eropa dan keterlibatannya di pakta keamaan AUKUS, hanya membuat perjanjian dengan Inggris untuk berurusan dengan China. Sebagai tanggapan, Brussel mengumumkan strategi barunya di kawasan Indo-Pasifik, yang sebenarnya membangkitkan semacam independensi di kawasan strategis ini.
Elise Labott, pengamat Amerika mengatakan, Biden mengejar kebijakan luar negeri warisan Trump. Contoh nyata adalah perlakuan berbahaya Biden terhadap Prancis dan kesepakatan dengan Australia, di mana ia menginjak-injak kepentingan sekutu lamanya dan sangat menekan kepercayaan sekutunya.
Kombinasi reaksi negatif dari Eropa ini membuat Washington menenangkan Prancis. Dalam hal ini, pejabat pemerintahan Biden mencoba menekankan pentingnya Prancis bagi AS.
Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan, Prancis adalah mitra penting AS di kawasan Indo-Pasifik. Biden berusaha keras untuk menghubungi Macron, dan panggilan telepon hari Rabu lalu sebenarnya semacam permintaan maaf Washington kepada Paris.
Namun, langkah baru-baru ini oleh pemerintahan Biden untuk membentuk AUKUS tanpa partisipasi Eropa, terutama Prancis, menunjukkan bahwa AS telah secara mendasar mengubah pandangannya tentang Eropa.
Jika di masa lalu Washington peduli untuk memenuhi komitmennya terhadap Eropa, khususnya di bidang keamanan, kini sejalan dengan slogan “America First”, ia telah menempatkan penggunaan orang Eropa sebagai alat dan mendelegasikan tanggung jawab kepada mereka dalam agenda.
Sekaitan dengan ini, bahkan Inggris setelah Brexit banyak berharap memiliki hubungan khusus dengan Amerika termasuk kesepakatan perdagangan bebas bilateral, tapi ternyata tidak mendapat sambutan hangat dari Washington. Dengan demikian, London hanya dipaksa puas dengan janji-janji Amerika.
Selain itu, negara-negara besar Eropa khususnya Jerman dengan baik menyadari masalah ini bahwa mereka harus mengejar kebijakan independen di bidang keamanan, kebijakan luar negeri dan energi. (pt/ln)