Search
Search
Close this search box.

Hak-Hak Perempuan di Barat Didasarkan pada Profit

Buruh perempuan di Eropa. (Koyou.id)
Listen to this article

Pandangan yang bersifat bisnis, berbasis keuntungan, dan ekonomi telah mempengaruhi pandangan Barat mengenai isu perempuan. Selama bertahun-tahun, Barat telah memperbudak perempuan dengan berbagai cara. Salah satu ketidakadilan besar yang diterapkan masyarakat Barat terhadap perempuan pada awal abad ke-20 adalah menyeret mereka dari rumah ke pabrik, untuk mendapatkan tenaga kerja murah.

Revolusi Industri (periode perubahan industri terbesar di dunia, khususnya di Amerika Serikat) berdampak pada berbagai kelas sosial perempuan dalam berbagai cara. Pengaruh Revolusi Industri terhadap perempuan bergantung pada kelas sosial mereka. Kelas yang paling terkena dampaknya adalah kelas bawah.

Selama periode ini, warga kelas pekerja terkena dampak paling signifikan. Banyak perempuan yang tidak berasal dari keluarga kaya sering kali terpaksa memasuki dunia kerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka.

Advertisements

Dengan meningkatnya jumlah penduduk, terjadilah inflasi yang tidak dapat dihindari, dan banyak perempuan terpaksa bekerja untuk menafkahi keluarga mereka. Rata-rata, perempuan dibayar sepertiga dari laki-laki; oleh karena itu, pengusaha pada umumnya senang mempekerjakan perempuan karena mereka menyediakan tenaga kerja yang lebih murah. Ketika perusahaan memanfaatkan peluang untuk mempekerjakan pekerja dengan biaya murah, perempuan harus bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang: umumnya 13 jam sehari, dan hanya istirahat makan siang selama 45 menit.

Pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei dalam hal ini mengatakan, “Pandangan yang bersifat bisnis, berbasis keuntungan dan ekonomi telah mempengaruhi pandangan Barat terhadap isu perempuan. Hal ini terlihat jelas dalam sejarah Revolusi Industri. Di Eropa, perempuan tidak punya hak untuk memiliki sesuatu. Harta milik perempuan adalah milik laki-laki dan suaminya. Mereka tidak mempunyai hak untuk memiliki sesuatu atas nama mereka. Dan ketika demokrasi dipromosikan di Barat, perempuan tidak mempunyai hak pilih. Di dunia seperti ini, investor tiba-tiba memikirkan isu revolusi industri, pabrik, dan efisiennya kehadiran perempuan di pabrik berbiaya rendah. Kemudian, mereka memberikan hak pilih kepada perempuan sehingga mereka dapat menarik mereka ke pabrik dan memberi mereka upah yang lebih rendah. Tentu saja masuknya perempuan dalam dunia kerja mempunyai syarat dan akibat tersendiri yang terus berlanjut hingga saat ini. Oleh karena itu, selain fakta bahwa pandangan Barat terhadap perempuan adalah pandangan yang tidak bersifat ilahi dan materialistis, kebijakan-kebijakan yang menyebabkan kondisi dunia Barat saat ini—khususnya di Eropa—juga disertai dengan sikap bisnis, profit-based, dan ekonomis.” (16 Januari 1990)

Selama jam kerja yang panjang tersebut, banyak perempuan berpenghasilan rendah selama Revolusi Industri harus bekerja dalam kondisi yang keras dan melelahkan.

Mereka sering kali harus bekerja di dalam pabrik tanpa pemanas atau pendingin, sehingga menghasilkan lingkungan kerja yang sangat panas atau dingin. Perempuan juga tidak diperbolehkan istirahat selama jam kerja. Jika mereka ketahuan sedang istirahat atau tidak sengaja terlambat, mereka berisiko diikat. Sebelas jam sehari ditambah dengan tebalnya debu di udara, serta kurangnya peralatan keselamatan atau masker, menjadikan kondisi kerja menjadi sangat berbahaya dan terkadang mematikan.

“Bahkan sekarang perempuan dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk melakukan pekerjaan yang sama di banyak negara Barat. Perempuan disalahgunakan. Dengan dalih emansipasi perempuan pada abad ke-19 dan ke-20, perempuan ditarik keluar dari rumahnya untuk bekerja di pabrik dengan upah lebih rendah,” kata Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan ratusan perempuan terkemuka Iran di Imam Khomeini Hussainiyah pada 4 Januari 2023.

Para sejarawan berbeda pendapat mengenai apakah Revolusi Industri Inggris (1760-1830) bermanfaat bagi perempuan. Beberapa orang percaya bahwa Revolusi Industri meningkatkan partisipasi perempuan dalam pekerjaan di luar rumah, dan menyatakan bahwa perubahan ini bersifat emansipasi. Namun, para sejarawan baru-baru ini membantah klaim bahwa partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat dan lebih fokus pada kerugian yang dialami perempuan selama periode ini.

“Sistem kapitalisme di Barat didominasi oleh laki-laki. Dalam kapitalisme, modal adalah sesuatu yang lebih tinggi dari kemanusiaan. Kemanusiaan digunakan untuk melayani modal. Dengan demikian, siapa pun yang dapat menghasilkan dan mengumpulkan lebih banyak modal, akan lebih berharga. Dalam sistem kapitalistik di Barat, laki-lakilah yang mengelola perekonomian, kesepakatan perdagangan, dan sejenisnya. Oleh karena itu, laki-laki memiliki prioritas dibandingkan perempuan dalam sistem kapitalisme,” kata Pemimpin Revolusi Islam tersebut. (4 Januari 2023) (*)

Sumber: Purnawarta.com

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT