Search
Search
Close this search box.

Amerika Menambah Bensin dalam Api Konflik Rusia-Ukraina

Listen to this article

Oleh: Mentimoen*

Sesudah tiga minggu perang Putin vs Biden via proxy Presiden Ukraina Zelensky, situasi menjurus bukan lagi bagaimana mengembangkan perang, tetapi pergulatan menuju posisi permainan akhir yang menguntungkan.

Perang ini adalah jebakan yang dipasang Amerika untuk menciptakan perseteruan antara Rusia vs Eropa, sehingga menciptakan Perang Dingin baru yang akan menjadi solusi atas kemunduran industri militer Amerika.

Advertisements

Walaupun Rusia sering mengatakan perang berjalan sesuai rencana, tetapi jelas sekali perang tidak berjalan sesuai rencana, bahkan Putin sama sekali tidak mengantisipasi perang sampai tingkat ini. Dia masuk dalam jebakan yang dipasang Amerika.

Tetapi tidak berarti Putin bodoh. Karena jebakan tidak selalu bisa dihindarkan. Ada jebakan yang dipasang sehingga mau tidak mau target yang dijebak harus masuk, karena menyangkut sesuatu yang sangat penting, misalnya keamanan dan kelangsungan hidup negaranya.

Tujuan awal Putin adalah membuat ancaman sehingga ada jaminan bahwa Ukraina tidak menjadi anggota NATO. Negara-negara Eropa sebenarnya ambivalen, bahkan cenderung mengiyakan, tetapi Amerika tidak setuju. Amerika menggunakan Ukraina sebagai umpan sehingga Rusia menyerbunya.

Rusia tidak menyerbu Ukraina secara langsung. Putin mengumumkan dia mengakui kedaulatan dua republik Donbass, yaitu DPR dan LPR, pada 21 April 2022. Dan dia memberi opsi masuk ke Donbass untuk membantu mereka jika diminta.

Pada awalnya, Putin fokus di Donbass, bukan perang lebih lebar. Putin ingin melihat reaksi Amerika dengan pengumuman pengakuan kedaulatan itu.

Apa reaksi Amerika? Amerika malah dengan jelas menetapkan bahwa NATO tidak akan terlibat langsung di Ukraina. Inilah jebakan buat Putin.

Saya duga Putin mengembangkan beberapa skenario: tidak perang (jika NATO setuju Ukraina tidak akan jadi anggota), masuk ke Donbass (diminta oleh LPR dan DPR), melumpuhkan Ukraina, dan menduduki Ukraina.

Pada 24 Februari 2022, Putin memutuskan masuk Donbass membantu DPR dan DPR. Berikutnya saya kira Putin memutuskan untuk menciptakan koridor Donbass ke Crimea. Juga serangan ke kota-kota di perbatasan dengan Rusia, seperti Kharkov dan Kiev dengan tujuan melumpuhkan Ukraina.

Target Putin mulai dinyatakan: kemerdekaan DPR dan LPR, pengakuan Ukraina atas kedaulatan Rusia di Crimea, demiliterisasi Ukraina, dan denazifikasi Ukraina (melucuti paramiliter Neo Nazi).

Pada saat itulah Amerika cepat menggunakan kesempatan untuk menyerang Rusia dengan mempermainkan ketakutan Eropa akan Rusia.

Amerika sebagai komando serangan, dan Inggris sebagai ajudan untuk menciptakan kondisi panik di Eropa.

Serangan media dan diplomatik Amerika sukses besar: Eropa tiba-tiba menjadi histeris, mengikuti Amerika menjatuhkan sanksi macam-macam ke Rusia, secara efektif mengisolasi Rusia dari tetangganya di Eropa, pembekuan aset Rusia, dan pembatasan perdagangan dengan Rusia.

Jerman membatalkan proyek Nord Stream 2. Itu salah satu target utama Amerika sejak era Trump yang sukses dilakukan oleh Biden.

Selanjutnya, Amerika ingin Eropa total memotong ekspor energi dari Rusia, dan menggantikannya dengan energi dari Amerika dan negara-negara lain.

Semua itu di luar dugaan Putin. Dia mengira pasti ada sanksi-sanksi dari Amerika, dan sedikit dari Eropa. Putin tidak mengira Eropa akan histeris separah itu. Ekonomi Rusia jelas terganggu, dan semakin lama konflik berlangsung, Rusia semakin terancam.

Rusia ingin perang singkat di Ukraina, tetapi dengan banjir senjata dari Amerika dan Eropa, dan banyaknya kelompok paramiliter yang dipersenjatai, pasukan Rusia mendapat hambatan maju cepat. Ditambah lagi dengan kenyataan, pertahanan Ukraina itu dirancang sejak era Soviet hebat.

Waktu era Soviet, Ukraina adalah batas Soviet dengan negara lain. Jika NATO mau menyerang masuk Soviet, salah satu jalan masuk adalah Ukraina. Karena itulah, pertahanan rancangan Soviet di Ukraina memang kuat. Ukraina juga mempunyai banyak industri senjata peninggalan Soviet.

Putin tidak mungkin mengerahkan seluruh kekuatan Rusia untuk menaklukkan Ukraina karena tidak ada gunanya. Rusia itu negara besar sekali, dan perlu pertahanan di banyak tempat. Jika sebagian besar diturunkan di Ukraina, wilayah lain menjadi lemah.

Efek Konflik Rusia-Ukraina

Konflik Ukraina dengan ini mengekspos banyak hal: pertama, kekuatan militer Rusia tidak sedahsyat yang dipikirkan orang. Hanya persenjataan nuklir Rusia yang banyak itulah yang membuat NATO tidak menyerang Rusia saat ini.

Kedua, Eropa tidak independen seperti yang mereka katakan.

Ketiga, Ukraina negara bermasalah, ekspos kelakuan rasis terhadap warga asing, kesediaan menghancurkan kota-kota Ukraina sendiri, dan besarnya kekuatan milisi-milisi paramiliter menjadikan Ukraina sebenarnya dikuasai oleh preman-preman perang.

Keempat, Amerika dan Barat ternyata bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan, termasuk melanggar hak-hak properti warga biasa Rusia. Kesediaan menggunakan kekuatan dalam penguasaan mekanisme transaksi untuk politik. Uang cadangan devisa di negara Barat terbukti tidak aman.

Konflik ini jelas konflik Rusia vs Amerika, dan di antara keduanya, waktu berpihak pada Amerika. Amerika tidak mengirimkan tentara, cuma setor senjata dan amunisi, Ukraina setor nyawa. Dan seperti yang kita lihat, biaya bagi Amerika minim sekali.

Bagi Rusia, kerugian terutama justru tidak di Ukraina, tetapi di sanksi-sanksi berat yang dijatuhkan Amerika dan Eropa. Sehingga semakin lama perang berlanjut, Rusia semakin rugi. Bagi Ukraina lebih lagi, semakin lama perang berlanjut, semakin banyak bagian Ukraina yang hancur. Karena itulah ada urgensi baik pihak Ukraina dan pihak Rusia untuk mendorong perundingan damai. Keduanya rugi oleh perang.

Bagi Amerika sebaliknya, semakin lama perang berlanjut, dia semakin diuntungkan, baik dari segi bisnis senjata maupun dari segi geopolitik.

Menurut juru runding Rusia, Medinsky, pihak Ukraina mengusulkan Ukraina yang netral seperti Austria atau Swedia, negara yang didemiliterisasi.

Dalam perundingan terlihat Ukraina tidak menyetujui soal denazifikasi. Ini bisa dimaklumi. Jika denazifikasi dijalankan, berarti pelucutan dan pembubaran paramiliter-paramiliter neo-nazi. Dengan negara di mana kelompok-kelompok neo-nazi sudah berkembang sebegitu jauh, hal ini sukar terjadi. Zelensky bisa kehilangan nyawa kalau dia setuju mereka itu dilucuti. Pengaruh mereka besar.

Jelas posisi Rusia akan semakin kuat dalam perundingan jika Rusia bisa lebih cepat menguasai kota-kota penting, terutama kota-kota di tepi Laut Hitam seperti Odessa dan Nikolaev. Masalahnya, Rusia terhambat di sana. Paramiliter masuk dalam kota bertahan menjadi perang kota.

Singapura Dukung Amerika

Dalam konflik ini terekspos satu hal penting lainnya. Yaitu Singapura memihak Amerika. Bukan hanya setuju mengecam Rusia di SU-PBB, tetapi salah satu dari sedikit negara Asia yang memberikan sanksi ke Rusia.

Hal ini tak lepas dari perhatian China. Bahkan Menlu Singapura Vivian Balakrishnan sampai menyerukan pada China agar menggunakan pengaruhnya yang besar pada Rusia untuk menghentikan perang. Ini pada dasarnya copy paste dari tekanan Amerika ke China, yang sudah ditolak China.

Amerika selalu meminta China untuk menyelesaikan masalah yang dibuat Amerika sendiri. Misalnya Amerika mendesak China menggunakan pengaruhnya pada Korut.

China sudah bilang berkali-kali, dia tidak banyak pengaruh pada Korut. Amerika harus menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Korut.

Amerika juga sengaja mempropagandakan gambaran seakan-akan kebijakan Rusia ditentukan oleh Beijing. Padahal Rusia itu negara besar yang mempunyai martabat, perspektif, dan pilihan sendiri. China bersahabat dengan Rusia, tak berarti bisa mengendalikan Moscow.

Karena itu, Menlu Singapura sudah keterlaluan dengan meng-copy-paste tekanan Amerika. Seakan-akan Rusia bisa tunduk pada China.

Kemungkinan Singapura terlalu khawatir posisinya diapit negara-negara lebih besar seperti Malaysia dan Indonesia. Singapura menginginkan garansi keamanan dari Amerika.

China bukan negara kecil, tetapi dominan, seharusnya bersikap bebas, tidak mengikuti ancaman Amerika. Memang untuk itu pasti ada risiko jangka pendek, tetapi untuk geopolitik jangka panjang, sikap mandiri China akan dihormati dunia.

Singapura tidak bisa melihat China seperti dirinya, yaitu negara kecil yang ketakutan. Ada guntur sedikit lari ke balik tempurung kelapa, sembunyi sambil komat-kamit. Perspektif negara besar tidak sama dengan perspektif negara kecil.

Tak Ada Sekutu Abadi

Garda Revolusi Iran membom pangkalan udara Amerika di Erbil beberapa hari lalu. Apa tanggapan Gedung Putih? Biden mempertimbangkan mengeluarkan Garda Revolusi Iran dari daftar hitam organisasi teror.

Itulah sikap oportunis-rasional Amerika. Amerika mendukung Israel dan Saudi lama sekali, dan memasukkan Garda Revolusi sebagai teroris.

Tetapi ketika Amerika membutuhkannya, dia bisa berubah total mencampakkan keberatan Saudi bahkan Israel. Iran ingin direkrut sebagai teman.

Sama halnya dengan Guaido, dielus-elus menjadi boneka di Venezuela, diakui sebagai Presiden Venezuela oleh Amerika. Maduro dianggap teroris. Tetapi ketika Biden membutuhkan minyak Venezuela, Guaido dicampakkan begitu saja. Amerika merangkul Maduro.

Ini juga terjadi dengan Eropa. Entah sudah berapa kali Amerika mencampakkan sekutu-sekutunya di Eropa jika itu menyangkut duit untuk mereka.

Bagi Amerika, tidak ada sekutu atau teman, semuanya sebenarnya pion-pion yang bisa digunakan, dan dicampakkan kalau tidak lagi dibutuhkan.

Tidak ada prinsip. Jika Amerika menggembar-gembor prinsip, itu cuma rhetoric belaka. ISIS dan Taliban pun lahir di bawah rangkulan Amerika. Dibom sampai hancur kalau mood lagi jelek, dirangkul kalau lagi mood baik. Satu-satunya prinsip Amerika adalah: kepentingan jangka pendek Amerika.

Peran Strategis China

Biden akan menelepon Xi Jinping hari Jumat. Sudah tentu yang akan dibicarakan soal Ukraina. Kita akan simak, apakah Biden berani mengancam Xi secara langsung agar China tidak membantu Rusia? Jika iya, apa jawaban Xi?

Itu juga berarti, salah satu topik utama pertemuan Yang vs Sullivan di Roma adalah menegosiasikan telepon ini. Pertemuan itu dikatakan diminta oleh pihak Amerika. Artinya, Biden ingin berbicara dengan Xi.

Menurut pejabat US ke CNN, salah satu permintaan Rusia ke China adalah kit makanan tahan rusak. Artinya, meminta dukungan logistik.

Pejabat US juga percaya Xi risau dengan invasi Rusia dan kinerja Rusia di lapangan tempur. Sedari awal konflik, pengamat-pengamat Amerika bilang, China menyimak dengan seksama kemampuan operasional pasukan Rusia.

Dengan komentar pejabat AS di atas, salah satu tujuan mereka di Ukraina adalah untuk memperlihatkan ke China bahwa Rusia “lemah” dan Amerika “kuat”.

Dengan memperlihatkan Rusia “lemah”, saya menduga Amerika berharap China mempertimbangkan ulang hubungan strategisnya dengan Rusia.

Memang sejak perang dagang, China membuktikan bahwa kemampuan ekonomi Amerika lemah, dan China tidak khawatir. Amerika sekarang membanggakan diri bahwa saat ini China tidak hanya harus mempertimbangkan kekuatan ekonomi Amerika semata, tetapi seluruh kekuatan Sekutu Amerika di Eropa dan dunia, karena mereka mengikuti “perintah” Washington.

Pada dasarnya Biden mau bilang sama Xi begini, “Coba kamu lihat, secara ekonomi, pihak kami jauh lebih kuat karena seluruh negara Sekutu di bawah komando kami. Secara militer, partner strategis kamu, Rusia, ternyata tidak sehebat yang kamu duga”.

Karena itulah sangat menarik untuk menyimak tanggapan Xi hari Jumat. Saya tidak tahu itu hari Jumat di Beijing atau hari Jumat di Washington.

Ini adalah permainan strategi geopolitik tingkat planet, China jelas akan sangat hati-hati mengambil langkah.

Ini adalah perluasan strategi hegemoni Amerika. Hanya dengan mendorong konflik Ukraina, Amerika sukses mempertentangkan Rusia vs Eropa. Eropa menjadi pion-pion Amerika, membayar banyak untuk industri militer dan energi dari Amerika. Rusia menjadi kacau balau karena sanksi berat.

Sekarang Amerika menggunakan hasil kesuksesan adu-domba di atas dan mulai mengarahkan moncong senapan ke China untuk memaksa mendapatkan kerja sama dari China demi kepentingan Amerika. Rusia ditaklukkan untuk menekan China supaya takluk.

Seluruh dunia menyimak tanggapan Xi. India tidak akan berani membeli minyak mentah dan komoditas-komoditas murah dari Rusia, karena sudah diancam Amerika. India juga menanti tanggapan Xi. Modi hanya akan berani bertindak lebih lanjut jika Xi tidak tunduk pada Biden.

Apa kira-kira target Xi? Saya duga, mencari jalan keluar untuk Rusia dan Ukraina. Jalan keluar baik-baik tanpa terlalu banyak merusak keduanya.

Ada satu ancaman “kekuatan” Amerika yang sebenarnya salah kaprah: soal Eropa. Biden bisa membuat histeria Eropa karena Rusia. Tetapi sangat kecil kemungkinan Eropa akan histeria seperti itu terhadap China. Pertama, bukan China yang menyerang Ukraina. Kedua, ekonomi China terlalu besar untuk bisa diisolasi. Akibatnya akan membuat depresi di Eropa sendiri.

Hubungan agresi China vs Eropa itu satu arah. China tidak pernah melakukan agresi atau serangan terhadap Eropa, tetapi Eropa pernah melakukan agresi terhadap China di abad ke-19 dan awal abad ke-20. Sejarah menjadi faktor penting di sini.

China akan mempertimbangkan kalau dia tunduk pada Amerika begitu saja untuk kasus ini, agresi Amerika terhadap China tidak akan berhenti, karena akan meraup lebih jauh lagi.

Demi kepentingan China, Rusia harus mampu bertahan. Perbatasan Rusia dan China kini adalah perbatasan yang aman dan damai. Jika kemudian Rusia berhasil dipecah-pecah oleh Amerika, belum tentu kedamaian bagian utara China bertahan. Ini akan sangat memusingkan China.

Saya duga, China tidak akan membiarkan Rusia runtuh. Lagi pula, China sadar akan posisi dan kekuatannya, termasuk secara militer. Secara defensif, China sangat kuat. Selama dia tidak ofensif ke wilayah jauh, dia aman. Secara ekonomi, China sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk mandiri.

Saya akan ketawa jika Xi nanti memulai pembicaraan dengan Biden dengan mengajukan tuntutan bahwa untuk perdamaian di Ukraina Amerika jangan menyuplai senjata dan amunisi yang memperburuk situasi dan memperpanjang perang.

Jika China mengajukan tuntutan keras pada Amerika (tapi jangan menuntut ke Eropa, itu urusan Eropa) agar tidak menyuplai senjata dan amunisi, maka Amerika akan mendapatkan diri pada posisi defensif. Jadi, situasi dibalik.

Bila Amerika memaksa bahwa dia berhak menyuplai senjata ke Ukraina, maka apa alasannya memaksa China tidak membantu Rusia soal ekonomi dan makanan? Bahkan juga ekspor senjata. Ini bahkan bukan bantuan, tapi jual beli.

Jika China bisa memainkan isu-isu dan perdebatan dengan baik, sering efeknya akan jauh lebih pakem daripada bom kekuatan besar. Biden mengadu-domba Eropa vs Rusia juga dengan omongan licik belaka, dan dengan kontrol dan sensor total media.

Cara untuk menghadapi agresi diplomasi Amerika adalah menjalankan diplomasi ofensif. Sebelum Amerika menuntut ini-itu, ajukan tuntutan terlebih dahulu, dan membuat Amerika harus dalam posisi defensif. Teruskan tuntutan itu secara kontinu dengan berbagai argumen tak henti-henti.

China itu kunci, dan posisi sebagai kunci belum tentu enak. Setiap ada masalah, dia harus terlibat, walaupun bukan urusannya.

Hubungan China dan Rusia sangat penting. China jelas sadar. Sedari ribuan tahun silam, ancaman darat China datang dari utara. Karena itu, hubungan baik dengan Rusia sangat penting. Bukan hanya Rusia tidak boleh jatuh, tapi tak boleh miskin.

Menurut saya, China sebaiknya mengambil posisi jangka panjang dan bersedia berkorban kepentingan jangka pendek. Hubungan ekonomi dengan Barat pasti akan beres dengan cepat. Sedari ribuan tahun silam, orang Barat yang datang ke China atau Asia meminta izin dagang, karena itu menguntungkan mereka.

Barat tidak akan mampu bertahan lama tanpa hubungan ekonomi dan perdagangan dengan China. Mereka pasti akan datang. Jika tidak, mereka bosan bertikai sendiri di Eropa seperti yang sudah terjadi dalam sejarah. Sebab itu, China tak perlu khawatir dengan sanksi-sanksi jangka pendek.

Pada waktu Biden mengambil alih Gedung Putih, hubungan China dan Amerika ada di titik nadir, di mana kedua negara pada dasarnya saling mengecam satu sama lain, sering dengan kata-kata kasar. Itu karena Trump dan pembantunya omongannya kerap kasar-kasar.

Biden pun masuk. Ternyata dia tidak punya strategi tentang hubungan dengan China. Hubungan dengan China sudah sedemikian buruk. Antipati terhadap China sudah sedemikian rendah di Kongres dan publik hasil propaganda kebencian empat tahun oleh Trump, sehingga Biden sukar bergerak.

Saat ini, sebagian besar perang terjadi di luar arena, tetapi dilakukan oleh segenap agen dan aparat pemerintah Amerika secara global di bantu oleh media.

Seperti yang diduga, Amerika tidak akan membiarkan perundingan damai berjalan mulus, selalu mencoba menjegal. Biden mulai dengan taktik baru: memanggil Putin sebagai “kriminal perang”. Dia ingin Rusia kalah, dan pemerintah Rusia dipermalukan.

Taktik-taktik Amerika ini untuk memojokkan Rusia. Mungkin dengan taruhan Rusia tidak akan menggunakan senjata nuklir. Setiap kali situasi mau diperdamaikan, Amerika selalu mencoba cara baru untuk menambah bensin dalam api. (*Artikel ini kami ambil dari utas Mentimoen di Twitter. Kami mengedit beberapa bagian, namun tak menghilangkan esensi dari catatan asli penulis)

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT