Search
Search
Close this search box.

Kronologi Dugaan Penganiayaan yang Dilakukan Anggota DPRD Kukar Qurais Ismail terhadap Mantan Istrinya

Potret kaca jendela rumah korban yang diduga dirusak oleh Anggota DPRD Kukar, Qurais Ismail. (Istimewa)
Listen to this article

BERITAALTERNATIF.COM – Dugaan penganiayaan yang melibatkan Anggota DPRD Kukar Qurais Ismail terhadap perempuan berinisial ND (26) menuai respons luas publik Kukar.

Hal ini mendorong media ini untuk mengungkap detail kronologi penganiayaan yang diduga dilakukan oleh anggota dewan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut pada 28 Maret 2024.

Berikut uraian lengkap hasil wawancara kamu baru-baru ini dengan korban, yang juga disebut-sebut sebagai mantan istri Qurais.

Advertisements

Apakah hanya sekali Anda merasakan KDRT dari Qurais?

KDRT sudah berturut-turut saya rasakan selama masih bersama-sama dia.

Sebelum kejadian 28 Maret lalu, sudah berapa lama Anda berpisah dengan dia?

Saya betul-betul jauh dari dia itu setelah pelantikan dia sebagai Anggota DPRD Kukar. Karena setelah pelantikan itu, dia lebih intens mengajak saya kembali, sering, dan macam-macam.

Memang betul waktu itu saya diminta sama dia untuk menemani anak-anak pas pelantikannya dia. Waktu itu, saya sempat nolak.

Saya bilang, “Bawa aja anak-anak. Nanti anakmu yang paling tua, yang umur 25 tahun (anak dari istri pertama Qurais). Anak-anak kamu bawa. Biar dijagain sama anakmu yang pertama. Saya enggak bisa ikut.”

Dia tetap maksa. Dalam setiap paksaan itu, pasti ada namanya perkelahian. Dia ngomong macam-macam. Kadang maki-maki.

Dia tetap ngeras minta saya ikut dampingi dia.

Artinya, bukan kemauan Anda untuk mendampingi dia saat pelantikan?

Bukan. Memang betul saya dampingi. Saya dampingi itu karena bahasanya temani anak-anak. Jadi, saya dampingi.

Sehari-hari kami sudah pisah. Karena memang saya sudah enggak mau kembali lagi.

Setelah pelantikan itulah dia mulai intens mengajak saya kembali.

Pada akhir Februari itu dia sering ngajak nginap di Balikpapan. Karena dia sering kunjungan ke Balikpapan. Alasan dia, ngajak anak-anak jalan. Saya selalu nolak.

Dan setiap saya nolak, dia pasti marah. Dia pasti bentak dan segala macam.

Sudah lama kami sebenarnya berpisah. Saya memang betul-betul kurang komunikasi dan interaksi dengan dia itu pada bulan Februari 2024. Itu sudah kurang betul.

Pada bulan Januari itu saya sempat blokir dia beberapa minggu. Habis itu saya pulang ke Kubar karena mau ngurusin Mama saya. Itu bulan Desember 2023. Pada bulan Januari, saya pulang ke Tenggarong.

Dia datangi anak-anaknya ke tempat saya. Nah, di situ saya ada interaksi lagi.

Waktu itulah saya diminta untuk mendampingi anak-anak ikut pelantikan dia.

Panasnya itu pada bulan Februari itu. Sampai puncaknya pada tanggal 28 Maret itu.

Bisa diceritakan detail kejadian pada 28 Maret 2024?

Saat itu, dia pulang dari Jakarta. Dia dijemput sama RL. Dan RL itu sempat datang ke laundry. Pinjam mobil. Dia bilang, “Mau jemput bos. Dia pulang dari Jakarta.”

Sekitar jam 1 siang dia (Qurais) datang. Mereka datang. RL pergi. Sementara dia tetap bertahan.

Dia sempat ngajak saya. Di situ muncul percekcokan.

Pada saat dia jambak itu, enggak ada percekcokan sama sekali. Dia langsung marah saja setelah turun dari mobil.

Siang itu dia datang ke laundry. Dia sempat ngomong ke saya begini, “Sore kita ke Samarinda. Ke Hotel Mercure.”

Dia bilang ke acara ulang tahun anak temannya. Acaranya pas buka puasa. Dia ajak berangkatnya sore.

Saya jawab, “Silakan bawa aja anak-anak.”

Dia bilang, “Sama kamu.”

Saya bilang, “Enggak bisa. Kalau mau bawa anak-anak, silakan saja bawa.”

Dia tetap maksa. Saya bilang, “Saya ini ada kerjaan. Enggak bisa ditinggal.”

Itu alasan saya aja menolak itu. Sebenarnya saya dari bulan Februari itu sudah sering nolak.

Jadi, marah. Kemudian bilang dengan nada tinggi, “Kamu ini enggak mikirkan anak-anak.”

Saya juga emosi karena dipaksa terus.

Saya sempat bilang, “Kalau kamu mau bawa anak-anak, silakan bawa. Kalau mau bawa pulang anak-anak itu, silakan kamu bawa.”

Karena kan dia mau bawa anak-anak ke rumah dia.

Di situ dia langsung marah. Dia bilang begini sambil gendong anak-anak, “Mamamu ini sialan.”

Itu di siang harinya yang ada percekcokan. Hanya sebatas itu.

Sebelum-sebelumnya, kami sudah enggak ada lagi komunikasi sama sekali. Karena saya sudah blokir dia. Enggak ada percekcokan selain yang itu.

Pada 28 Maret itu, sore harinya, dia datang.

Waktu itu ada teman saya. Dia pergi beli pentol. Waktu itu saya gendong ponakan saya yang umur 6 bulan.

Di dalam rumah itu posisinya ada kakak saya yang laki sama istrinya. Memang mereka biasa jenguk saya di situ. Selama saya tinggal di laundry itu, mereka biasa jenguk.

Pada saat itu, mereka ada sore. Jam enam lewat dia datang ngantar anak-anak. Saat itu teman saya ini mau pulang. Mundurkan mobil. Saya ini lagi gendong ponakan saya. Saya bantuin teman saya itu mundurkan mobil.

Tiba-tiba saya dengar dia bentak anak-anak tadi. Saya tarik tangan anak saya yang pertama. Tapi enggak bisa. Itu posisinya mereka masih dalam mobil.

Nah, otomatis saya tanya, “Kenapa?”

Di situlah dia bilang, “Kenapa kamu? Apa kamu?”

Karena takut anak saya itu diapa-apain, saya langsung manggil kakak saya yang bernama Adi. Kakak saya langsung berdiri ke depan laundry. Dia itu langsung ngamuk. Dia bilang, “Apa kamu Adi?”

Dia keluar dari mobil. Saya ngelihat dia. Terus langsung lari ke dalam laundry itu.

Tapi, dia sempat jambak rambut saya waktu posisi saya gendong ponakan saya. Sempat dilerai.

Yang saya gendong itu ponakan saya yang usianya 6 bulan. Anak saya ada di mobil. Dia bentak.

Biasanya memang gitu. Dia bawa anak-anak kadang selama beberapa waktu ke rumahnya. Kemudian dia bawa kembali lagi.

Selama dia jadi anggota dewan, anak-anak itu jarang sekali sama dia. Jadi, kalau enggak ada kunjungan, dia posisinya di Tenggarong, biasanya dia bawa anak-anak sebentar atau nginap ke rumahnya. Memang biasa begitu.

Posisinya pada sore hari itu dia ngantar anak-anak. Awal mulanya saya nggak terima itu dia bentak anak-anak. Enggak ada alasan yang jelas dia membentak itu.

Saya tanya, “Kenapa itu?”

Dia langsung responsnya marah. Melototin anak-anak.

Karena saya takut anak-anak diapa-apain sama dia, saya langsung bereaksi. Kondisi dia yang emosi kayak gitu, saya langsung panggil kakak saya yang laki.

Enggak tahu, apa yang ada dalam pikiran dia. Dia langsung kayak marah waktu saya panggil kakak saya.

Dia turun dari mobil. Dia ngejar saya. Posisi saya masih gendong ponakan yang umur 6 bulan itu, dia jambak saya.

Syukurnya ada kakak saya.

Setelah itu, saya disuruh kakak saya masuk.

Saya sempat ngomong kayak gini, “Kamu jangan ke sini lagi. Saya enggak mau lagi ketemu kamu. Dan saya enggak akan kembali lagi sama kamu.”

Langsung dia ngamuk.

“Ini punya saya,” katanya sambil ngerusakin barang-barang.

Kakak saya langsung bilang, “Masuk kamu ke dalam kamar.”

Karena dia selalu mau ngejar saya. Dia berusaha dapatin saya. Tapi posisinya ada kakak saya. Kakak saya cuman melindungi supaya dia enggak dapatin saya.

Saya masuk ke dalam kamar itu, anak saya yang pertama sempat ikut saya masuk ke dalam kamar.

Dia masih ngamuk-ngamuk di luar. Saya enggak tahu lagi dia ngapain. Tapi bilang kakak saya, dia masih ngerusak barang-barang tadi.

Saya cuman dengar dia itu teriak-teriak sambil bilang, “Saya ini anggota dewan. Selama saya jadi anggota dewan, kamu enggak pernah ngehargain saya.”

Dia keluar. Posisi dia keluar itulah dia pecahkan jendela di luar.

Posisi anak saya waktu dia pecahin jendela itu, anak saya lagi duduk di kasur sofa pas di samping jendela. Karena dia mukul dari luar, kaca itu otomatis beterbangan ke dalam. Sampai kena anak saya itu.

Itu anak saya yang pertama. Karena anak yang pertama yang sempat ikut saya masuk ke dalam kamar. Anak yang kedua duduk di ruangan tempat dia ngamuk itu. Di situ ada kakak ipar saya. Istri kakak saya.

Jadi, di luar itu ada kakak saya, istrinya, ponakan saya 2 orang, sama anak saya yang kedua.

Saya di dalam kamar itu cuman berdua sama anak saya yang pertama itu.

Habis dia mecahin jendela itu, dia masuk lagi ke dalam. Nah, di situ dia teriak-teriak di depan pintu. Dia maki-maki saya.

Di situ saya enggak terimanya. Anak saya yang pertama itu lewatin kaca-kacanya. Nginjakin kaca itu. Dia bantuin saya nahanin pintu karena pintu itu enggak ada kuncinya. Enggak bisa dikunci.

Dia bantuin saya. Dia dengar bapaknya teriak-teriak di depan pintu. Di situlah dia nginjak kaca-kaca itu. Waktu itu belum ketahuan kakinya luka-luka. Besoknya barulah dia ngeluhkan kakinya sakit. Di situ baru saya perhatikan karena setelah kejadian itu saya langsung buat laporan ke polisi. (*)

Penulis & Editor: Ufqil Mubin

Advertisements

Kunjungi Berita Alternatif di :

Bagikan

Advertisements

BERITA TERKAIT